Romo Mangun Fans Club

#latepost

Diskusi Minggu siang 26 Okt itu mundur satu jam setengah saat Mas Ignatius Haryanto datang terlambat dari waktu yang telah disepakati. Jenni Anggita, Gloria Fransisca Katharina, dan Christina Dwi Susanti pun mafhum dengan alasan keterlambatan itu. Persiapan membeli kemeja putih untuk pengumuman kabinet memang tidak bisa diganggu gugat. Apa daya saat kabinet diumumkan, Mas Har tetap berada di GFJA, bukan di Istana Negara.

Preambule-nya ga nyambung?
Sengaja, biar pada baca ‪#‎caper‬

OK. Sekarang nulis beneran, serius.

Catatan diskusi buku bulan Oktober 2014 dengan tema buku-buku karya Romo Mangun.

17 koleksi buku karya Romo Mangun

17 koleksi buku karya Romo Mangun

Keempat simpatisan Agenda 18 yang hadir sepakat bahwa Romo Mangun adalah pejuang kemanusiaan. Fakta bahwa beliau mencintai Indonesia tidak bisa dipungkiri. Dimulai dari kiprahnya sebagai anggota tentara pelajar di masa perang revolusi hingga perjuangannya mendampingi korban penggusuran Kedung Ombo, serta karya-karyanya yang visioner, tentang bagaimana manusia pasca Indonesia selayaknya bersikap adalah jejeran buktinya.

Masih belum percaya?
Coba lihat bangunan-bangunan yang dirancang oleh beliau. Sekali lagi membuktikan kecintaannya pada (alam dan lingkungan) Indonesia. Di Jakarta kita bisa menikmati aliran udara yang menyegarkan di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) dan Gereja Salib Suci berkat rancangan Romo Mangun. Untuk teman-teman pendoa, Gua Maria Sendangsono tentu tidak asing lagi.

Tujuh belas buku yang dibawa hari itu awalnya hanya memancing histeria dari saya, Tita, dan Jenni. Terlebih karena koleksi buku terbanyak yang dimiliki Mas Har dilengkapi tanda tangan plus pesan pribadi dan masing-masing buku dilengkapi dengan kisah tersendiri.

Belakang ki-ka: Jenni, Tita Depan ki-ka: Mas Har, Wiwiek

Belakang ki-ka: Jenni, Tita
Depan ki-ka: Mas Har, Wiwiek

Tema tulisan Romo Mangun beragam. Mulai dari sastra, politik, religiositas,hingga teknik arsitektur, keseluruhannya seperti memiliki benang merah yang kasat mata. Ciri khas tulisan Romo Mangun adalah kalimat-kalimatnya yang panjang. Baik dalam karya satranya maupun dalam esai-esainya. Kalimat-kalimat panjang ini dapat kita jumpai dalam Burung-Burung Manyar dan Durga Umayi. Terkait dengan kalimat panjang ini, dalam buku Kata-kata Terakhir Romo Mangun, beberapa editor yang sedang mengerjakan editan karya beliau menyampaikan keluhan karena merasa kesulitan untuk memenggal kalimatnya. Tetapi, salah seorang editor menampik keluhan ini dengan kalimat, “Kalian sebaiknya mengerti Romo Mangun. Beliau kan tidak punya anak, masa’ anak kalimatnya masih mau kalian penggal?”

Lewat tulisannya, Romo Mangun menyebarkan visinya yang sarat dengan nilai kemanusiaan, tentang bagaimana seharusnya manusia memanusiakan manusia lainnya. Burung-Burung Rantau membuktikan bagaimana Romo Mangun memandang Indonesia. Bagaimana sebaiknya manusia pasca Indonesia bersikap. Dan jika ditarik konteksnya hari ini, adalah bagaimana kita sebagai manusia Indonesia bersikap menghadapi globalisasi. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) adalah pertarungan manusia Indonesia paling nyata dalam hitungan bulan.

Semangat perlawanan, gereja diaspora, komunisme, manusia, agama, dan sains adalah contoh lain buah pikiran Romo Mangun yang disampaikan melalui tulisan serta dibaurkan dalam karakter dan dialog tokoh ciptaannya.

Diskusi panas, sepanas udara Jakarta Minggu siang yang dibarengi dengan keripik singkong dan jejeran botol minuman diakhiri dengan kesepakatan mendokumentasikan kutipan-kutipan khas Romo Mangun. Dan ide brilian yang dipersembahkan oleh mentor kita tercinta, Mas Har disambut antusias oleh saya, Tita, dan Jenni. Salah satu kutipan langsung di-posted oleh Tita, bunyinya “Tuhan tidak meminta manusia untuk menjadi kaum teolog, tetapi menjadi manusia yang beriman.”

Segitu dulu notulensinya, teman-teman.
Bulan November kita ketemu lagi ya…. Tanggal 30 November jam 1 siang. Lokasinya untuk sementara masih di GFJA, jika ada perubahan terkait lokasi, maka akan diberitahukan melalui grup WA, BBM, dan FB Agenda 18. Buku-buku yang akan dibahas adalah buku dan atau tulisan karya Linda Christanty.

Salam super Escribir Para Siempre!!!!!

Sumber foto: Wiwiek, Tita, Jenni.

Tulisan ini diambil dari Grup FB Agenda 18

 

Tuhan tidak meminta manusia untuk menjadi kaum teolog, tetapi menjadi manusia yang beriman. – Y.B. Mangunwijaya

Leave a comment